Oleh:Jeslin Simatupang,SAg.M.Pd.K-Guru SMK Negeri2Siatas Barita-Pansurnapitu.Pendahuluan.
Pendidikan
bukanlah sesuatu hal yang dianggap muda, akan tetapi pendidikan itu sebuah
proses. Jika dia adalah sebuah proses maka tujuan yang diharapkan dan sejumlah
kajian mesti dicapai melalui kerjasama dan melalui peran masing-masing individu
dan golongan. Hal ini jika kita ingat dalam proses “Managing Basic Education”
MBE tentu peranan sangatlah menetukan tujuan yang diharapkan antara lain menyangkut
orangtua, siswa, satuan pendidikan, guru dan lingkungan dalam membantu secara
nyata sebuah konsep PAIKEM (Pembelajaran aktif, kreatif, dan menyenangkan).
Saya
kira dan saya pikir tidaklah berlebihan jika hal ini dapat lebih didepankan
dalam penerapannya kaitannya dengan amanat UU Nomor 20 tahun 2003 tentang
Sistem Pendidikan Nasional yang diwujudkan dalam wadah pendidikan formal.
Tongkak kunci keberhasilan atau yang kita kenal dengan istilah “Key Milestones”
dalam pembangunan pendidikan.
Kemitraan
kerjasama secara holistik dimaksud, secara kualitatif tentu diharapkan bahwa
keberadaan dari sejumlah kemitraan akan sangat berpengaruh dalam menentukan
sebuah tujuan bersama yaitu kualitas pendidikan di indonesia pada umumnya, di
Kabupaten pada khususnya.
Dalam
peningkatan kinerja sejumlah kemitraan tersebut termasuk fungsi-fungsi dari
Stakeholder akan mewujudkan kebersamaan itu sendiri dalam mencapai sasaran
terhadap peserta didik kelembagaan lainnya dalam skop Training of Trainer atau
yang kita sebut dengan istilah “ TOT ”. Dr. Martin Luther King yang pernah
berkata: “Intelligence plus character….that is the goal of true education”
(Kecerdasan plus karakter….itu adalah tujuan akhir dari pendidikan sebenarnya).
2 Membangun.
Membangun
sebuah pendidikan identik dengan
membangun jati diri. Ketidakberdayaan dalam membangun jati diri maka
akan terjadi problematika yang bermuara pada problem intrinsik dan
problem ekstrinsik dunia pendidikan pada umumnya sebab kita tau bahwa problem intrinsik yang berkenaan dengan
kurikulum, metodologi, tenaga kependidikan, dan instrumen pendidikan, juga problem
ekstrinsik yang berdampak pada globalisasi, kepentingan politik, sosial
ekonomi, demografi, dan lain-lain. Tentunya memerlukan suatu jawaban konkret
komprehensif secara holistik dalam membangun sistem pendidikan dengan paradigma
dan orientasi pendidikan sebagai strategi kultural yang membawa supremasi nilai
serta pendidikan pada aspek pragmatis teknis.
Untuk itulah
peranan
pendidikan bernuansa berkarakter moral di sekolah perlu ditingkatkan dengan
baik. Sebab penerapan pendidikan berkarakter moral sangat mempengaruhi
peningkatan motivasi siswa dalam meraih prestasi, dengan tujuan untuk
pengembangan kepribadian yang berintegritas terhadap nilai atau aturan yang
ada. Ketika individu atau seseorang mempunyai integritas maka ia akan memiliki
keyakinan terhadap potensi diri “self efficacy” untuk menghadapi
hambatan dalam belajar. Oleh karena itu, saya mengajak kita melalui tulisan ini
sekaligus memberikan usulan terhadap peran sekolah dalam membangun manusia yang
berkarakter moral sebagai berikut : 1)Mampu memahami Tuhan dan melaksanakan
semua ajaranNya. 2) Memahami pemaknaan diri dalam arti manusia yang mengaku
beragama harus dan wajib memiliki pemahaman terhadap hakikat diri, tujuan
hidup, potensi diri dan pengaruh ajaran agama sesuai dengan ajaran agama yang
dianut. 3) Menyakini dan memelihara hubungan dengan makluk lain Ciptaan Tuhan
alam semesta kaitannya dengan Wawasan Wiyatamandala. 4) Kenyakinan terhadap
masa depan yang mau tidak mau harus memikirkan secara individu siapa kita untuk
5 Tahun kedepan, seperti apa kita dalam 10 Tahun kedepan.
Oleh
karena itu, manusia yang religius menjadikan kehidupan di dunia ini sebagai
investasi dalam kehidupan di masa mendatang, termasuk kehidupan akhirat kelak. Jika
pengetahuan dan moral agama dapat diintegrasikan maka berkembanglah
kesempurnaan ilmu berlandaskan moralitas (excellent with morality).
“Ilmu tanpa agama akan buta, agama tanpa ilmu akan lumpuh.”
3 Hubungangan
Kemitraan.
Mengapa
hubungan kemitraan itu penting?. Hubungan kemitraan dalam komunitas sekolah merupakan
sekumpulan warga yang terlibat dalam lingkungan satuan pendidikan secara
langsung maupun tidak langsung, dan perlu mengintegrasikan diri
serta menciptakan hubungan-hubungan didalamnya ikatan sosial untuk
mencapai tujuan bersama.
Unsur-unsur
yang membentuk komunitas sekolah terdiri atas individu dan kelompok dalam
satuan pendidikan misalnya : Orang tua, keluarga serta masyarakat di satuan
pendidikan. Hal ini dalam dilihat dalam Masyarakat diantaranya : 1) Peduli
pendidikan warga miskin 2) Peduli kualitas satuan pendidikan di wilayahnya 3)
Solidaritas sosial dan akses sumber dana.
Hal
lain yang tidak kala penting dari itu adalah sekolah dalam bentuk : 1) Tanggung
jawab peningkatan mutu pendidikan 2) Tanggung jawab warga sekolah 3) Tanggung
jawab pendidikan untuk semua. Demikian juga halnya dengan keluarga antara lain
: 1) Kebersamaan untuk pendidikan 2) Kepedulian pada mutu pendidikan 3) Akses
sumber dana.
Prinsip-prinsip
yang harus dibangun dalam kemitraan sebuah pendidikan adalah : Menumbuhkan
kepercayaan, kejujuran dan kebersamaan dalam mencapai sasaran yaitu satuan
pendidikan di dalamnya mencakup komite sekolah-keluarga dan masyarakat. Jadi
secara singkat dapat dikatakan bahwa kemitraan adalah jenis hubungan antara dua
atau beberapa pihak dengan sifat-sifat dasar jangka panjang, berorientasi
pemecahan masalah persoalan bersama, tujuan bersama, dilandasi dengan sejumlah
nilai-nilai luhur dan peradaban bangsa dan saling ketergantungan.
4 Kerjasama
secara holistik.
Holistik secara
umum mempunyai arti "menyeluruh". Dalam arti yang lebih sempit
dipandang dari dunia pendidikan bisa didefinisikan sebagai kegiatan yang
diadakan untuk pendidikan moral dengan melihat lingkungan yang ada, khususnya
dengan melihat kekurangan orang lain. Pendidikan holistik adalah pendidikan
yang bertujuan memberi kebebasan anak didik untuk mengembangkan diri tidak saja
secara intelektual, tapi juga memfasilitasi perkembangan jiwa dan raga secara keseluruhan
sehingga tercipta manusia indonesia yang berkarakter kuat yang mampu mengangkat
harkat bangsa.
Pendidikan
holistik memperhatikan kebutuhan dan potensi yang dimiliki peserta didik, baik
dalam aspek intelektual, emosional, emosional, fisik, artistik, kreatif, dan
spritual. Proses pembelajaran menjadi tanggung jawab personal sekaligus juga
menjadi tanggung jawab kolektif, oleh karena itu strategi pembelajaran lebih
diarahkan pada bagaimana mengajar dan bagaimana orang belajar.
Pendidikan
Holistik mencakup aspek intelektual, emosional, sosial, artistik, kreativitas
dan spiritual. Ide dasar dari pendidikan holistik adalah mendidik manusia
secara utuh sehingga apa yang dipelajari dapat dikontribusikan ke masyarakat
luas. Peningkatan trasparansi dan
akuntabilitas dalam penyelenggaraan pendidikan program masyarakat dapat
melibatkan dari seluruh komponen yang ada.
Kita bisa
mengamati bahwa selama ini bentuk-bentuk soal mulai Ujian semester, Ujian Akhir
Sekolah, Ujian Nasional, baik menyangkut dengan UMPTN, hingga soal-soal Cerdas
Cermat di televisi misalnya kesemuanya lebih menekankan pada penguasaan
sejumlah materi. Sehingga proses belajar dengan metodologi praktis pragmatis
dan pendekatan pengajaran yang menekankan penguasaan keterampilan dan
proses-pun macet.
Tidak heran dalam
kurikulum terdahulu “Pendekatan Penemuan” (inquiri) maupun Pendekatan
Aplikatif, dan pendekatan keterampilan proses hanya sebatas retorika. Hal ini
tentunya sangat berbeda dengan model belajar di negara-negara maju yang proses
belajarnya memberi iklim kondusif bagi siswa untuk berkreasi, berinovasi, dan
berapresiasi, serta pengembangan kognisi yang lebih bersifat pragmatis dengan
penekanan penguasaan proses dan alih latih, dan menyediakan pendekatan proses,
pendekatan menyelediki, dan pendekatan siswa aktif.
Oleh karena itu
peran yang kompleks dalam proses belajar sebagai usaha mengantarkan siswa ke
taraf yang dicita-citakan, maka tidak dapat dipungkiri bahwa kualitas guru
adalah prasyarat mutlak untuk mencapai tujuan pendidikan yang optimal dalam
kerangka membangun sistem pendidikan.
Kualitas
guru dimaksud sebagai tenaga kependidikan disyarat memiliki kemampuan (capable)
dalam hal profesionalisme berkenaan dengan menciptakan interaksi positif dalam
proses belajar mengajar dengan implementasi teknik, prosedur, metodologi dan
pendekatan yang komprehensif dan holistik ( luas dan menyeluruh ).
Hal ini berkaitan dengan sebuah kualitas dalam
management pendidikan “Fit and profertest”. Sistem
pendidikan di Indonesia pada umumnya sebenarnya sudah mengarah ke sistem yang
benar. Mulai dari kurikulum, input, proses, dan output. Misalnya, untuk
kurikulum, sudah mulai memasukkan unsur character building dan life skill. Untuk
input, sekolah sudah tidak boleh lagi melakukan tes masuk bagi siswa Sekolah
Dasar.
Untuk
prosesnya, sudah menjadikan lesson plan guru sebagai pekerjaan wajib guru. Guru dan siswa merupakan komponen dalam pengajaran holistik.
Antara guru dengan siswa saling berpengaruh dan saling mendorong untuk
melakukan kegiatan yang satu dengan kegiatan yang
lain.
Pada dasarnya, siswa adalah unsur penentu dalam pembelajaran holistik.
Pada
saat pembelajaran holistik berlangsung, guru membangun interaksi dan membimbing
siswanya dengan baik, baik dari segi materi maupun dari segi penyampaian.
Supaya materi bisa diterima siswa, guru haruslah orang yang menguasai bidangnya
sehingga tujuan pengajaran tercapai. Kerjasama secara holistik dimaksud menyangkut
dengan : Kesantunan (politiness), kesopansantunan, atau etiket adalah tatacara,
adat, atau kebiasaan yang berlaku dalam masyarakat.
Kesantunan
merupakan aturan perilaku yang ditetapkan dan disepakati bersama oleh suatu
masyarakat tertentu sehingga kesantunan
sekaligus menjadi prasyarat yang disepakati oleh perilaku sosial.
Oleh karena itu, kesantunan ini biasa disebut “tatakrama”. Kesantunan bahasa,
secara umum, merujuk kepada penggunaan bahasa yang baik, sopan, beradab,
memancarkan peribadi mulia dan
menunjukkan
penghormatan kepada pihak yang menjadi teman bicaranya. Kesantunan
bahasa menjadi salah satu ciri penting bangsa yang bermartabat.
5 Penutup
Membangun
hubungan kemitraan kerjasama pendidikan secara holistik merupakan tugas dan
tanggung jawab bersama dari setiap stakeholder maupun komponen yang ada. Hal
ini ditandai dengan : 1. Untuk membentuk jati diri bangsa melalui pendidikan
dapat dilakukan dengan cara mengembalikan pembelajaran pada kearifan lokal. 2.
Ciri kearifan local adalah: (1) berdasarkan pengalaman (2) teruji setelah
digunakan berabad-abad (3) dapat diadaptasi dengan kultur kini (4) padu dalam
praktik keseharian masyarakat dan lembaga (5) lazim dilakukan oleh individu
atau masyarakat secara keseluruhan (6) bersifat dinamis dan terus berubah (7)
sangat terkait dengan sistem kepercayaan. 3. Membangun sistem pendidikan
berarti suatu upaya terencana dalam bentuk optimalisasi komponen-komponen
pendidikan. Ada tiga pilar dalam membangun sistem pendidikan Indonesia yaitu :
a. Reorientasi dan reformasi kurikulum b. Peningkatan kualitas guru c.
Mekanisme Seleksi Calon Tenga Kependidikan.
Dengan
demikian tentu tulisan ini bukanlah salahsatu solusi dari sekian banyak
kemitraan yang ada namun, dengan hati yang terbukan kiranya tulisan dapat
dijadikan sebuah pengalaman dan inspirasi dekandensi moral terhadap
pelaku-pelaku pendidikan diseluruh tanah air indonesia dengan harapan jayalah
negaraku, jayalah bangsaku “Salam Pendidikan”. (JS )