Hubungi Kami Tlp.081265186770.

MEMBANGUN HUBUNGAN KEMITRAAN KERJASAMA PENDIDIKAN SECARA HOLISTIK

    
 

Oleh:Jeslin Simatupang,SAg.M.Pd.K-Guru SMK Negeri2Siatas Barita-Pansurnapitu.Pendahuluan. 
  Pendidikan bukanlah sesuatu hal yang dianggap muda, akan tetapi pendidikan itu sebuah proses. Jika dia adalah sebuah proses maka tujuan yang diharapkan dan sejumlah kajian mesti dicapai melalui kerjasama dan melalui peran masing-masing individu dan golongan. Hal ini jika kita ingat dalam proses “Managing Basic Education” MBE tentu peranan sangatlah menetukan tujuan yang diharapkan antara lain menyangkut orangtua, siswa, satuan pendidikan, guru dan lingkungan dalam membantu secara nyata sebuah konsep PAIKEM (Pembelajaran aktif, kreatif, dan menyenangkan).
Saya kira dan saya pikir tidaklah berlebihan jika hal ini dapat lebih didepankan dalam penerapannya kaitannya dengan amanat UU Nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional yang diwujudkan dalam wadah pendidikan formal. Tongkak kunci keberhasilan atau yang kita kenal dengan istilah “Key Milestones” dalam pembangunan pendidikan.

Kemitraan kerjasama secara holistik dimaksud, secara kualitatif tentu diharapkan bahwa keberadaan dari sejumlah kemitraan akan sangat berpengaruh dalam menentukan sebuah tujuan bersama yaitu kualitas pendidikan di indonesia pada umumnya, di Kabupaten pada khususnya.

Dalam peningkatan kinerja sejumlah kemitraan tersebut termasuk fungsi-fungsi dari Stakeholder akan mewujudkan kebersamaan itu sendiri dalam mencapai sasaran terhadap peserta didik kelembagaan lainnya dalam skop Training of Trainer atau yang kita sebut dengan istilah “ TOT ”. Dr. Martin Luther King yang pernah berkata: “Intelligence plus character….that is the goal of true education” (Kecerdasan plus karakter….itu adalah tujuan akhir dari pendidikan sebenarnya).

2 Membangun.
Membangun sebuah pendidikan identik dengan  membangun jati diri. Ketidakberdayaan dalam membangun jati diri maka akan terjadi problematika yang bermuara pada problem intrinsik dan problem ekstrinsik dunia pendidikan pada umumnya sebab kita tau bahwa  problem intrinsik yang berkenaan dengan kurikulum, metodologi, tenaga kependidikan, dan instrumen pendidikan, juga problem ekstrinsik yang berdampak pada globalisasi, kepentingan politik, sosial ekonomi, demografi, dan lain-lain. Tentunya memerlukan suatu jawaban konkret komprehensif secara holistik dalam membangun sistem pendidikan dengan paradigma dan orientasi pendidikan sebagai strategi kultural yang membawa supremasi nilai serta pendidikan pada aspek pragmatis teknis.

Untuk itulah peranan pendidikan bernuansa berkarakter moral di sekolah perlu ditingkatkan dengan baik. Sebab penerapan pendidikan berkarakter moral sangat mempengaruhi peningkatan motivasi siswa dalam meraih prestasi, dengan tujuan untuk pengembangan kepribadian yang berintegritas terhadap nilai atau aturan yang ada. Ketika individu atau seseorang mempunyai integritas maka ia akan memiliki keyakinan terhadap potensi diri “self efficacy” untuk menghadapi hambatan dalam belajar. Oleh karena itu, saya mengajak kita melalui tulisan ini sekaligus memberikan usulan terhadap peran sekolah dalam membangun manusia yang berkarakter moral sebagai berikut : 1)Mampu memahami Tuhan dan melaksanakan semua ajaranNya. 2) Memahami pemaknaan diri dalam arti manusia yang mengaku beragama harus dan wajib memiliki pemahaman terhadap hakikat diri, tujuan hidup, potensi diri dan pengaruh ajaran agama sesuai dengan ajaran agama yang dianut. 3) Menyakini dan memelihara hubungan dengan makluk lain Ciptaan Tuhan alam semesta kaitannya dengan Wawasan Wiyatamandala. 4) Kenyakinan terhadap masa depan yang mau tidak mau harus memikirkan secara individu siapa kita untuk 5 Tahun kedepan, seperti apa kita dalam 10 Tahun kedepan.

Oleh karena itu, manusia yang religius menjadikan kehidupan di dunia ini sebagai investasi dalam kehidupan di masa mendatang, termasuk kehidupan akhirat kelak. Jika pengetahuan dan moral agama dapat diintegrasikan maka berkembanglah kesempurnaan ilmu berlandaskan moralitas (excellent with morality). “Ilmu tanpa agama akan buta, agama tanpa ilmu akan lumpuh.”

3  Hubungangan Kemitraan.
Mengapa hubungan kemitraan itu penting?. Hubungan kemitraan dalam komunitas sekolah merupakan sekumpulan warga yang terlibat dalam lingkungan satuan pendidikan secara langsung maupun tidak langsung, dan perlu mengintegrasikan  diri  serta menciptakan hubungan-hubungan didalamnya ikatan sosial untuk mencapai tujuan bersama.
Unsur-unsur yang membentuk komunitas sekolah terdiri atas individu dan kelompok dalam satuan pendidikan misalnya : Orang tua, keluarga serta masyarakat di satuan pendidikan. Hal ini dalam dilihat dalam Masyarakat diantaranya : 1) Peduli pendidikan warga miskin 2) Peduli kualitas satuan pendidikan di wilayahnya 3) Solidaritas sosial dan akses sumber dana.
Hal lain yang tidak kala penting dari itu adalah sekolah dalam bentuk : 1) Tanggung jawab peningkatan mutu pendidikan 2) Tanggung jawab warga sekolah 3) Tanggung jawab pendidikan untuk semua. Demikian juga halnya dengan keluarga antara lain : 1) Kebersamaan untuk pendidikan 2) Kepedulian pada mutu pendidikan 3) Akses sumber dana.
Prinsip-prinsip yang harus dibangun dalam kemitraan sebuah pendidikan adalah : Menumbuhkan kepercayaan, kejujuran dan kebersamaan dalam mencapai sasaran yaitu satuan pendidikan di dalamnya mencakup komite sekolah-keluarga dan masyarakat. Jadi secara singkat dapat dikatakan bahwa kemitraan adalah jenis hubungan antara dua atau beberapa pihak dengan sifat-sifat dasar jangka panjang, berorientasi pemecahan masalah persoalan bersama, tujuan bersama, dilandasi dengan sejumlah nilai-nilai luhur dan peradaban bangsa dan saling ketergantungan.

4  Kerjasama secara holistik.

Holistik secara umum mempunyai arti "menyeluruh". Dalam arti yang lebih sempit dipandang dari dunia pendidikan bisa didefinisikan sebagai kegiatan yang diadakan untuk pendidikan moral dengan melihat lingkungan yang ada, khususnya dengan melihat kekurangan orang lain. Pendidikan holistik adalah pendidikan yang bertujuan memberi kebebasan anak didik untuk mengembangkan diri tidak saja secara intelektual, tapi juga memfasilitasi perkembangan jiwa dan raga secara keseluruhan sehingga tercipta manusia indonesia yang berkarakter kuat yang mampu mengangkat harkat bangsa. 
Pendidikan holistik memperhatikan kebutuhan dan potensi yang dimiliki peserta didik, baik dalam aspek intelektual, emosional, emosional, fisik, artistik, kreatif, dan spritual. Proses pembelajaran menjadi tanggung jawab personal sekaligus juga menjadi tanggung jawab kolektif, oleh karena itu strategi pembelajaran lebih diarahkan pada bagaimana mengajar dan bagaimana orang belajar.
Pendidikan Holistik mencakup aspek intelektual, emosional, sosial, artistik, kreativitas dan spiritual. Ide dasar dari pendidikan holistik adalah mendidik manusia secara utuh sehingga apa yang dipelajari dapat dikontribusikan ke masyarakat luas.  Peningkatan trasparansi dan akuntabilitas dalam penyelenggaraan pendidikan program masyarakat dapat melibatkan dari seluruh komponen yang ada.
Kita bisa mengamati bahwa selama ini bentuk-bentuk soal mulai Ujian semester, Ujian Akhir Sekolah, Ujian Nasional, baik menyangkut dengan UMPTN, hingga soal-soal Cerdas Cermat di televisi misalnya kesemuanya lebih menekankan pada penguasaan sejumlah materi. Sehingga proses belajar dengan metodologi praktis pragmatis dan pendekatan pengajaran yang menekankan penguasaan keterampilan dan proses-pun macet.

Tidak heran dalam kurikulum terdahulu “Pendekatan Penemuan” (inquiri) maupun Pendekatan Aplikatif, dan pendekatan keterampilan proses hanya sebatas retorika. Hal ini tentunya sangat berbeda dengan model belajar di negara-negara maju yang proses belajarnya memberi iklim kondusif bagi siswa untuk berkreasi, berinovasi, dan berapresiasi, serta pengembangan kognisi yang lebih bersifat pragmatis dengan penekanan penguasaan proses dan alih latih, dan menyediakan pendekatan proses, pendekatan menyelediki, dan pendekatan siswa aktif.
 
Oleh karena itu peran yang kompleks dalam proses belajar sebagai usaha mengantarkan siswa ke taraf yang dicita-citakan, maka tidak dapat dipungkiri bahwa kualitas guru adalah prasyarat mutlak untuk mencapai tujuan pendidikan yang optimal dalam kerangka membangun sistem pendidikan.

Kualitas guru dimaksud sebagai tenaga kependidikan disyarat memiliki kemampuan (capable) dalam hal profesionalisme berkenaan dengan menciptakan interaksi positif dalam proses belajar mengajar dengan implementasi teknik, prosedur, metodologi dan pendekatan yang komprehensif dan holistik ( luas dan menyeluruh ).

 Hal ini berkaitan dengan sebuah kualitas dalam management pendidikan “Fit and profertest”. Sistem pendidikan di Indonesia pada umumnya sebenarnya sudah mengarah ke sistem yang benar. Mulai dari kurikulum, input, proses, dan output. Misalnya, untuk kurikulum, sudah mulai memasukkan unsur character building dan life skill. Untuk input, sekolah sudah tidak boleh lagi melakukan tes masuk bagi siswa Sekolah Dasar.

Untuk prosesnya, sudah menjadikan lesson plan guru sebagai pekerjaan wajib guru.  Guru dan siswa merupakan komponen dalam pengajaran holistik. Antara guru dengan siswa saling berpengaruh dan saling mendorong untuk melakukan kegiatan yang satu dengan kegiatan  yang lain. Pada dasarnya, siswa adalah unsur penentu dalam pembelajaran holistik.

Pada saat pembelajaran holistik berlangsung, guru membangun interaksi dan membimbing siswanya dengan baik, baik dari segi materi maupun dari segi penyampaian. Supaya materi bisa diterima siswa, guru haruslah orang yang menguasai bidangnya sehingga tujuan pengajaran tercapai. Kerjasama secara holistik dimaksud menyangkut dengan : Kesantunan (politiness), kesopansantunan, atau etiket adalah tatacara, adat, atau kebiasaan yang berlaku dalam masyarakat.
Kesantunan merupakan aturan perilaku yang ditetapkan dan disepakati bersama oleh suatu masyarakat tertentu sehingga kesantunan sekaligus menjadi prasyarat yang disepakati oleh perilaku sosial. Oleh karena itu, kesantunan ini biasa disebut “tatakrama”. Kesantunan bahasa, secara umum, merujuk kepada penggunaan bahasa yang baik, sopan, beradab, memancarkan peribadi mulia dan menunjukkan penghormatan kepada pihak yang menjadi teman bicaranya. Kesantunan bahasa menjadi salah satu ciri penting bangsa yang bermartabat.

5  Penutup
Membangun hubungan kemitraan kerjasama pendidikan secara holistik merupakan tugas dan tanggung jawab bersama dari setiap stakeholder maupun komponen yang ada. Hal ini ditandai dengan : 1. Untuk membentuk jati diri bangsa melalui pendidikan dapat dilakukan dengan cara mengembalikan pembelajaran pada kearifan lokal. 2. Ciri kearifan local adalah: (1) berdasarkan pengalaman (2) teruji setelah digunakan berabad-abad (3) dapat diadaptasi dengan kultur kini (4) padu dalam praktik keseharian masyarakat dan lembaga (5) lazim dilakukan oleh individu atau masyarakat secara keseluruhan (6) bersifat dinamis dan terus berubah (7) sangat terkait dengan sistem kepercayaan. 3. Membangun sistem pendidikan berarti suatu upaya terencana dalam bentuk optimalisasi komponen-komponen pendidikan. Ada tiga pilar dalam membangun sistem pendidikan Indonesia yaitu : a. Reorientasi dan reformasi kurikulum b. Peningkatan kualitas guru c. Mekanisme Seleksi Calon Tenga Kependidikan.

Dengan demikian tentu tulisan ini bukanlah salahsatu solusi dari sekian banyak kemitraan yang ada namun, dengan hati yang terbukan kiranya tulisan dapat dijadikan sebuah pengalaman dan inspirasi dekandensi moral terhadap pelaku-pelaku pendidikan diseluruh tanah air indonesia dengan harapan jayalah negaraku, jayalah bangsaku “Salam Pendidikan”. (JS )   
Share on Google Plus

About www.bppkrinews.com